Selain stationary, toko buku selalu jadi destinasi wajib. Rasanya belum sah menginjakkan kaki di kota baru kalau belum mengunjungi ruang penuh kertas, tinta, dan aroma khas buku yang menenangkan itu. Entah hanya untuk melihat-lihat, sekadar membaca satu-dua halaman, atau kalau sedang beruntung, bisa membawa pulang satu buku yang terasa seperti jodoh.
Setelah puas menjelajah Pasar Seni siang harinya, aku memutuskan untuk mampir ke REXKL. Letaknya nggak jauh, hanya jalan kaki sekitar 10 menitan dari Pasar Seni. Cuaca hari itu cukup bersahabat. Langit agak mendung tapi nggak hujan.
Sedikit insight buat yang belum kenal: REXKL dulunya adalah gedung bioskop tua. Lalu bangunan ini “dihidupkan kembali” lewat proyek adaptive reuse oleh Shin Chang dan timnya. Mereka nggak cuma merenovasi secara fisik, tapi juga memberikan nyawa baru lewat ruang-ruang yang multifungsi seperti tempat seni, tempat makan, tempat baca, tempat nongkrong, bahkan tempat healing. REXKL sekarang berubah jadi ruang komunitas yang hidup banget.
Di perjalanan menuju REXKL, aku juga sempat menemukan sebuah toko fashion bertema Y2K yang menarik perhatian, namanya Girl's Girl. Tempatnya estetik banget, dengan dekorasi warna pop dan pencahayaan yang bikin pengen foto-foto. Baju-bajunya lucu, bergaya ala tahun 2000-an, dan yang bikin senang: harganya cukup affordable. Akhirnya aku agak khilaf dan beli satu baju, nggak bisa nolak godaan warna dan potongannya yang gemas banget, hehe.
Begitu masuk, mataku langsung menangkap sebuah toko preloved yang vibes-nya mirip toko kecil di film-film Studio Ghibli. Ada rak kayu tua, lampu gantung kekuningan, dan tumpukan barang vintage yang seperti menyimpan cerita. Di sana ada buku bekas dengan sampul klasik, jaket kulit lusuh tapi keren, dan barang-barang antik lainnya yang entah kenapa terasa sentimental.
Vintage di Lantai Dua
Naik ke lantai dua, aku menemukan satu lagi toko preloved yang lebih fokus ke fashion vintage. Baju-baju era '80-an, outer rajut, kemeja floral, hingga sepatu-sepatu kulit yang sudah tak lagi mengkilap tapi justru punya karakter, untuk harganya bisa dibilang cukup pricey.
Beberapa anak muda lokal juga tampak sedang memilih baju sambil ngobrol asik sama penjaga toko. Suasananya santai dan ramah. Kalau suka mix and match gaya oldschool, tempat ini wajib banget buat mampir.
Bookmarks, Surga Buku di Tengah Kota
Lanjut ke tujuan utama: toko buku di REXKL.
Lanjut ke tujuan utama: toko buku di REXKL.
Namanya Bookmarks, dan letaknya di salah satu sisi bangunan, tersembunyi di balik lorong kecil. Tapi begitu masuk, rasanya seperti masuk ke dunia lain. Toko ini nggak besar, tapi penuh. Bukan penuh yang sumpek, tapi penuh yang hangat. Setiap sudut dipenuhi rak kayu tinggi dengan buku-buku bekas dari berbagai genre dan bahasa. Ada yang ditumpuk di lantai, ada yang disusun berdiri rapi, ada juga yang diletakkan di meja seperti menunggu untuk dipilih.
Aku menyusuri rak demi rak tanpa tujuan yang jelas. Buku-buku itu seperti berbicara dalam diam. Ada novel sastra Inggris, buku filsafat, majalah-majalah lawas, hingga buku anak-anak dengan ilustrasi yang lucu dan warna yang masih tajam. Saking banyaknya buku, aku sempat kelelahan sendiri memilih. Duduk sebentar di pojokan, menyisir ulang judul-judul yang tadi sempat kulewati.
![]() |
lucu banget blind date with a book! |
Aku menyusuri rak demi rak tanpa tujuan yang jelas. Harusnya dari awal searching dulu mau beli buku apa, jadinya malah bingung dan berakhir nggak beli apa-apa. Buku-buku itu seperti berbicara dalam diam. Ada novel sastra Inggris, buku filsafat, majalah-majalah lawas, hingga buku anak-anak dengan ilustrasi yang lucu dan warna yang masih tajam. Saking banyaknya buku, aku sempat kelelahan sendiri memilih. Duduk sebentar di pojokan, menyisir ulang judul-judul yang tadi sempat kulewati.
Untungnya, cukup banyak pengunjung yang datang ke sini buat foto-foto atau sekadar bikin konten. Jadi aku nggak merasa canggung atau malu untuk menikmati suasananya, bahkan kalau cuma berdiri lama sambil membaca satu halaman. Tempat ini memang punya pesona yang fotogenik seperti cahaya hangat, rak-rak kayu menjulang tinggi, dan susunan buku yang nggak beraturan tapi tetap menarik dilihat. Cocok banget buat yang suka suasana tenang tapi tetap hidup.
Alor Street, Makan Malam yang Menenangkan Perut dan Hati
Ini agak random sih, haha, tapi sebelum ke Alor Street, karena letaknya dekat dari REXKL, aku sempetin mampir ke River of Life buat foto di landmark-nya dan kirim ke orang tua. Rasanya nggak afdol aja kalau nggak foto di landmark terkenal.
Karena keasyikan menyusuri REXKL, nggak terasa hari sudah mulai gelap. Badan capek, toko-toko mulai tutup satu per satu, dan tiba-tiba hujan turun cukup deras. Aku berdiri sebentar di depan bangunan, agak bingung mau makan di mana karena beberapa tempat makan yang sempat kupikirkan ternyata sudah tutup. Sedikit galau, tapi akhirnya aku memutuskan untuk menuju ke satu tempat yang paling banyak direkomendasikan orang-orang: Alor Street.
![]() |
Moment agak dag dig dug hujan deras nungguin bus nggak dateng-dateng, akhirnya memutuskan untuk pesan grab aja untuk ke Alor Street |
![]() |
suasana Alor Street malam hari saat hujan |
Salah satu spot kuliner malam paling terkenal di Kuala Lumpur ini memang selalu muncul di daftar rekomendasi wisatawan. Tapi malam itu, aku ke sana bukan hanya karena popularitasnya, melainkan karena aku butuh sesuatu yang hangat dan menenangkan, baik buat perut maupun hati.
Jujur aja, saat liburan biasanya perutku suka rewel. Entah karena terlalu banyak jalan, makan nggak teratur, atau perubahan cuaca dan suasana yang bikin badan jadi nggak seimbang. Dan malam itu, perutku mulai memberi sinyal-sinyal protes. Tapi lucunya, setiap kali itu terjadi, aku hampir selalu kembali ke satu hal yang pasti: Chinese food. Entah kenapa, makanan Chinese punya efek menenangkan. Kaya rasa, hangat, familiar, tapi nggak terlalu berat.
Di situ aku mikir, mungkin next trip aku akan lebih sering eksplor Chinese food aja dan jangan nyoba yang aneh-aneh biar perut nggak rewel. Lebih aman buat perut, lebih banyak variasinya, dan somehow selalu berhasil bikin hati jadi lebih tenang.
Oh iya, di perjalanan sebelum pulang, aku sempat tertarik mencoba mango sticky rice yang dijual di Alor Street. Nggak berlebihan kalau dibilang ini mango sticky rice terenak yang pernah aku makan! Mangga-nya manis banget, pulen, dan ketan-nya pas banget teksturnya. Aku sampai balik lagi ke sana keesokan harinya cuma buat beli itu lagi!
![]() |
mango sticky rice terenak! |
Baca cerita lainnya tentang Malaysia Journey disini!